Yang paling spesial dari OPB hari kedua adalah …
Sesi pagi!
Hanya Tuhan yang bisa menggapai tangis saya di dalam sanubari!
Usai sesi baris-berbaris (yang membuat saya cukup bosan sekaligus kangen dengan masa-masa ikutan training center anggota Paskibra) dengan materi sederhana. Kami disambut dengan instruksi yang kemudian membuat saya lebih nyeri menghadapi hari! Kami dipaksa untuk berlari mengelilingi area parkir tiga puluh kali!
Mungkin bagi mereka para penggila olahraga, hal dmeikian adalah remeh-temeh. Tapi bagi saya? Ini adalah permulaan yang bikin jiwa naik ke atas awan. Walau hanya sanggup belasan kali berlari dan memutuskan untuk berlari kecil (atau berjalan?), saya merasa luar biasa lelah. Dan oh tentu saja Tuhan, sesi lari tidak berhenti begitu saja. Kami pun diminta melakukan beberapa gerakan fisik lain yang yaaaaaa … sangat mampu membuat napas timbul-tenggelam setiap satu setengah detik.
Namun, saya tetap berusaha untuk positif. Mengutuk hati untuk lebih siap (menghadapi sesi fisik) esok hari.
Menjamu jemu dari para tamu
Hari kedua banyak dihabiskan di kelas. Maraton, kami dihujani materi-demi-materi. Paling tidak ada empat sesi, yang masing-masing sesi dibanderol dengan durasi dua jam. Berbekal pengalaman sesi materi hari sebelumnya, saya menyiapkan diri untuk lebih membuka diri. Untuk menyerap sebanyak mungkin materi dari para “mantri”.
Saya cukup berhasil. Walau tidak banyak mendapatkan penjelasan berarti, saya bisa menghimpun beberapa inspirasi. Ini adalah kemajuan 🙂
Di sesi sore, saya mengerahkan konsentrasi lebih dalam. Materi Financial Non Financial yang memang saya nanti-nanti dibawakan dengan sangat memadai. Jawaban dan penjelasan pun mengular tanpa hingar-bingar.
Menjelang malam para Trainer kembali mengisi. Saya sempat gemas beradu argumen tentang peraturan yang diberikan. Saya yang memang sedari awal tidak menaruh ekspektasi tinggi, semakin bulat menyimpulkan posisi. Bahwa saya akan sulit mendapatkan inspirasi dari mereka yang katanya ahli memberikan motivasi.
Sudahlah …
Sebelum menutup hari, Trainer lagi-lagi berkreasi. Saya dan beberapa Ketua Kelompok lain diminta bertukar posisi. Ya, kami diminta untuk memimpin kelompok lain. Untuk semua kegiatan besok dan seterusnya. Sebuah ide yang cukup berani. Mereka bilang, ini adalah representasi dinamika organisasi, dimana setiap orang harus selalu siap memimpin atau dipimpin oleh siapapun. Fairly true.
Jadi lah saya memiliki kelompok baru. Tujuh pria botak (delapan dengan saya yang juga botak) dengan latar belakang berbeda-beda. Namun satu bahasa, yaitu Bahasa Jawa!
Redo, rekan sekantor dari divisi Legal, Arif dan Ardhi yang juga rekan satu kantor saya, Pradana yang juga (ternyata ?) rekan sekantor, kemudian Rohmad, Farid, dan Zikry yang ketiganya adalah ditempatkan di proyek.
Tidak sulit menjalin kemistri bersama mereka. Mungkin karena sama-sama botak. Haha!
Hari berikutnya kami dijanjikan untuk seharian berkegiatan di luar ruangan. Sedari pagi, kami kembali diganjar materi baris-berbaris. Kali itu, nampaknya Si Pelatih sudah sadar, bahwa saya sudah cukup familiar dengan semua yang diajarinya. Sesi fisik masih dijalankan. Namun ternyata tidak sehebat pagi sebelumnya. Ini karena setelahnya, kami sudah disiapkan menu latihan fisik lainnya.
Ada sebelas games yang tersaji rapih untuk kami. Tidak semuanya bernuansa fisik, namun tetap saja, cukup menantang.
Jujur saja, dari satu games ke games lain. Saya merasa seperti semakin akrab dengan teman-teman sekelompok saya. Ini adalah hal yang cukup unik. Masing-masing dari kami nampak ringan berinteraksi. Bekerjasama menyelesaikan tantangan. Kecuali kendala bahasa, saya tidak menemukan kesulitan berarti berinteraksi dan berbagi strategi bersama mereka. Ohya, nama kelompok kami adalah Beton Syukur.
Yang bisa jadi paling monumental adalah saat kami menutup sesi tersebut dengan tantangan Trust Fall. Redo, yang menjadi maskot di kelompok kami, yang juga kebetulan dianugerahi bobot badan berlebih, sukses melakukan trust fall di percobaan pertama! Kami sekelompok, dengan yakin menyambut Redo yang jatuh bebas dari ketinggian dua meter!
Ardhi, yang memang (hampir selalu) perlu disokong rasa percaya dirinya, pun berhasil menaklukkan tantangan ini. Walau harus melewati tiga kali percobaan trust fall, Ardhi membuktikan diri mampu dan bisa diyakinkan. Ini juga luar biasa!
Walau dengan peralatan dan metode sederhana, games-games yang disiapkan menurut saya mampu menciptakan semangat kerja tim yang mumpuni. Ini adalah prestasi. Karena kami yang sebelumnya menyemangati diri “yang penting bisa selesai”, pada akhirnya mengubah diri, menjadi menikmati setiap tantangan yang diberikan. Seraya memberikan usaha optimal dengan balutan canda serta optimisme kelompok yang menguar lewat hentakkan kaki dan yelyel kelompok kami.
Oh, satu hal lagi. Kami juga ditemani Fasilitator yang cukup (atau sangat?) koperatif. David, kokoh-kokoh kekar yang di akhir sesi tidak luput dari keisengan kami. Ya, hanya kelompok kami yang berhasil membuat Fasilitator basah kuyup tercebur kolam! 🙂 🙂 🙂 🙂 🙂